Oleh : YUNI IKAWATI
Enggano diketahui berada di salah satu segmen kegempaan di pesisir barat Sumatera. Namun, karena lokasinya yang strategis, pulau terluar di Bengkulu ini akan dijadikan bandar antariksa. Maka, persiapan khusus dilakukan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
Pulau kecil yang luasnya hanya sekitar 400 kilometer persegi ini merupakan salah satu pulau terluar Indonesia yang menghadap laut bebas, Samudra Hindia. Pulau itu sudah lama dikenal dunia setelah ditemukan Cornelis de Houtman pada 5 Juni 1596. Ia lalu menamainya Enggano, yang berarti kecewa dalam bahasa Portugis.
Beberapa kali pulau ini disebut-sebut dikaitkan dengan gempa besar di Bengkulu. Gempa-gempa yang mengguncang pesisir provinsi ini episentrumnya berada di perairan sekitar Enggano yang menjadi salah satu segmen kegempaan di sepanjang pantai barat Sumatera.
Berdasarkan data sejarah, pada 24 November 1833, Bengkulu diguncang gempa dan dilanda tsunami. Ini pengulangan kejadian 15 tahun sebelumnya, yaitu 18 Maret 1818. Dalam 10 tahun terakhir, tahun 2000 dan 2007, gempa berkekuatan sekitar 7 SR disertai tsunami (kecil) melanda wilayah tersebut.
Kondisi rawan gempa ini membuat Enggano, yang berada di barat daya Kota Bengkulu pada jarak 226 km, bukan tempat yang aman untuk didiami. Namun, untuk aspek wisata bahari, pulau yang menghadap laut bergelombang besar itu berpotensi untuk olahraga selancar.
Lokasinya yang menghadap laut lepas di sebelah selatan khatulistiwa ini kemudian menarik perhatian pimpinan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). ”Pulau ini berada pada posisi geografis yang strategis untuk peluncuran roket pengorbit satelit di orbit polar. Untuk orbit khatulistiwa telah ada di Biak,” ujar Adi Sadewo Salatun, Kepala Lapan. Hal ini terkait dengan rencana Lapan meluncurkan roket pengorbit satelit (RPS) pada 2014.
Akhirnya Lapan memutuskan memindahkan stasiun peluncuran roket dari Pamengpeuk ke pulau tersebut. Keputusan didasari keterbatasan kondisi sekitar stasiun peluncuran di pantai selatan Jawa Barat itu.
Lokasi peluncuran Pamengpeuk didesain untuk peluncuran roket diameter maksimum 420 mm yang mensyaratkan jarak aman saat peluncuran sejauh 200 km. Kini stasiun ini tidak lagi memenuhi syarat zona amannya karena di sekitar lokasi telah penuh permukiman. Sekitar daerah peluncuran harus bebas sampai radius 40 kilometer.
Relokasi stasiun antariksa diproyeksikan untuk uji terbang roket berdiameter 550 mm, yang akan menjadi wahana pembawa satelit ke orbit. Peluncuran satelit, ungkap Adi, akan menggunakan konfigurasi roket bertingkat tiga—berdiameter 550 mm dan 420 mm.
Karena itu, Lapan butuh lokasi peluncuran yang bebas dari aktivitas manusia hingga sejauh 400 km di jalur peluncurannya dengan elevasi tegak. Persyaratan ini terpenuhi di Enggano.
Kemitraan
Untuk merealisasikan rencana tersebut, Lapan menjalin kemitraan dengan Pemerintah Provinsi Bengkulu. Naskah kerja sama ditandatangani di Jakarta, awal Agustus 2010, oleh Kepala Lapan dan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin yang diwakili Kepala Bappeda Provinsi Bengkulu.
Kedua pihak sepakat bekerja sama dalam pemanfaatan data penginderaan jauh dan sains antariksa untuk pengembangan Provinsi Bengkulu serta sumber daya manusia.
Studi kelayakan telah dilakukan. Hasilnya terpilih lokasi di bagian selatan pulau yang menghadap laut bebas dan berada di dataran yang tinggi. Stasiun akan menempati areal seluas 40 hektar sebagai zona inti dan butuh zona aman di sekitarnya seluas 200 hektar. Persyaratan ini dapat terpenuhi di pulau berpenduduk 2.700 jiwa itu yang umumnya bermukim di bagian utara.
Pembangunan bandar antariksa di zona inti akan memakan waktu tiga tahun. Infrastruktur yang dibangun meliputi tiga hanggar untuk integrasi roket, uji kondisi muatan roket, serta hanggar untuk penggabungan roket dan muatan. Selain itu juga akan didirikan gudang motor, ruang kontrol peluncuran, serta ruang kendali roket dan satelit.
Untuk uji peluncuran roket hingga suborbital, butuh tiga tahun. Total program yaitu lima tahun—sampai pada uji roket pengorbit satelit. Untuk itu butuh dana Rp 60 miliar.
Tahap persiapan
Pembangunan dan pengoperasian bandar antariksa itu nantinya harus memerhatikan tingkat kerawanan pulau itu terhadap gempa. Walau menurut Danny Hilman, pakar geologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), tingkat kegempaannya tidak sebesar di Mentawai, Sumatera Barat, yang bisa berkisar 8 SR. Struktur lapisan tanah di Segmen Enggano mudah melepas energi tektonik sehingga gempa yang muncul relatif kecil, tetapi kerap.
Untuk antisipasi, selain akan dibangun konstruksi tahan gempa, peluncuran roket akan menggunakan kendaraan peluncur roket atau satelit (satellite launch vehicle/SLV) yang mobil. Peluncur akan didatangkan menggunakan kapal yang bertolak dari Pamengpeuk.
”Pembuatan roket akan dilakukan di Pusat Pembuatan Roket di Pulau Jawa,” kata Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lapan Bambang Tedjasukmana. Untuk transportasi SLV dan roket, Lapan akan bekerja sama dengan mitra yang memiliki sarana kapal memadai.
Untuk mengarah pada peluncuran roket berkapasitas menengah itu, menurut Bambang, akan dilakukan peremajaan prasarana yang ada, antara lain mesin pembuat bahan bakar roket. Selama ini yang dilakukan hanya sebatas memodifikasi peralatan yang telah usang.
Menurut Adi, proses pembuatan bahan bakar roket atau propelan merupakan kunci penentu unjuk kerja roket, terutama terhadap daya dorongnya.
Sutrisno, Kepala Bidang Propelan Lapan, menambahkan, setelah keberhasilan uji terbang roket Rx-420, timnya membuat satu bagian propelan Rx-550. Propelan yang terdiri dari 8 bagian ini akan selesai dibuat beberapa bulan mendatang. Pencetakan nozzle (moncong roket) dilakukan di Krakatau Steel. Akhir tahun, ditargetkan RX-550 menjalani uji statik. Jika RX-550 selesai, Adi berharap, pembangunan lokasi peluncuran roket di Enggano bisa dimulai tahun depan.
Sumber :
http://regional.kompas.com/read/2010/09/09/0246285/Menyiapkan.Bandar.di.Enggano
Tidak ada komentar:
Posting Komentar